Struktur upacara
perkawinan adat Makassar menurut Nonci dalam bukunya yang berjudul adat
pernikahan masyarakat Makassar dan Tana Toraja adalah sebagai berikut :
1. Upacara
sebelum akad nikah, dalam kegiatan
terdapat ada 6 tahap, diantaranya adalah sebagai berikut :
A. Melihat
atau Mencari jalan, dalam kegiatan ini terdapat 3 fase diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Accini rorong
artinya melihat atau mencari jalan sebagai penyelidik. Usaha semacam ini
bermaksud mengetahui rahasia tentang kemungkinan pihak laki-laki mengajukan
lamaran pada gadis yang dipilih. Dan bermaksud untuk mengetahui tentang
sifat-sifat, tingkah laku, budi bahasa dari perempuan yang dilih dari pilihan
laki-laki.
b. Appesak-pesak
artinya meraba-raba, dalam hal ini diutus seorang perempuan yang pandai
bersiasat untuk datang berbicara kerumah perempuan, sekedar berbincang-bincang
mengenai anak perempuan.
c. Ajjangang-jangang (
berbuat seperti burung ) atau A’rakkang- rakkang ( memasang alat perangkap
kepiting di sungai ). Setelah berhasil dari appesak-pesak, maka diutuslah 2
atau 3 orang sebagai duta, biasanya
orang- orang yang disegani dalam masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengunjungi rumah Si Keluarga perempuan yang ingin dipinang, namun kedatangan
ini masih bersifat Abbisik-bisik (
Berbisik-bisik bersifat rahasia ). Dalam kunjungan tersebut, utusan pihak
laki-laki bertujuan untuk memancing keluarga perempuan untuk membuka kesempatan
dari utusan pihak laki-laki, sekaligus menetukan hari kedatangan untuk
berbincang lebih serius lagi.
B. Mange Assuro
( Pergi Meminang ).
Setelah utusan pihak Laki-laki memperoleh
kesempatan, tibalah hari melamar Si Perempuan. Kedatangan ini lebih banyak
dari pada yang lalu. Lamaran tersebut bertujuan
melahirkan kesepakatan dari utusan pihak laki-laki kepada keluarga perempuan.
Tibalah untuk menentukan waktu
yaitu appa’ nassa ( Menentukan
sesuatu yang berhubungan dengan pelakasanaan perkawinan nanti ). Pada waktu appanassa, yang menjadi pembicaraa
adalah segala sesuatu mengenai persiapan upacara perkawinan antara lain :
a. Sunrang
( Mas kawin )
Adapun golongan sunrang adalah sebagai
berikut :
1. Bangsawan
tinggi 88 real
2. Bangsawan
menengah 44 real
3. Bangsawan
Bate Salapang Karaeng Palili 28 real
4. Golongan
Tu-Maradekaya 20 real
5. Golongan
Ata 10 real
b. DoE
balanja
Besar kecilnya uang belanja tergantung
dari kesepakatan kedua belah pihak, namun masalah uang belanja yang sangat
tinggi sering upacara perkawinan adat tidak dapat dilaksanakan.
C. Upacara Appanai Leko Caddi
( Menaikkan sirih kecil )
Sebelum pihak laki-laki telah mengundang
sanak keluarganya untuk bersama-sama menganttar leko caddi ( sirih kecil ) kerumah pihak perempuan. Adapun yang
membawa leko caddi terdiri dari
laki-laki dan perempuan lengkap dengan pakaian adat, biasanya sering
dirangkaikan dengan cincing passikko ( cincin pengikat )dan uang
belanja.
D. Upacara
Appanai Leko Lompo ( Menaikkan sirih
besar )
Tujuh atau tiga hari sebelum Upacara
perkawinan, Leko Lompo diantarkan
dari pihak laki-laki kepada calon pengantin perempuan. Selain itu, DoE balanja yang belum diserahkan ketika
appanai leko caddi, maka disertakan
dalam leko lompo. adapun barang yang
disertakan pada prosesi leko lompo adalah
sebagai berikut :
1. Sirih
pinang dengan pelengkap daun sirih, ka’bak
( ikat ), rappo appae ( pinang
bertandang ), tambako ( tembako ), gambere ( gambir ), pa’leo secukupnya ( kapur ).
2. Gula
merah beberapa biji, kaluku attunrung
(Kelapa bertandanng ), unti appoko
(pisang bertandang), beberapa buah nenas ( bandang ), lemo (jeruk), rappo cidu
(nangka ), dan beberapa buah menurut musimnya. Buah-buahan tersebut disimpan
dalan walasuji ( keranda anyaman
bambu )
3. Segala
macam kue adat yang disusun dalam bossara,
kue tersebut antara lain adalah Lobo,
sekrok-sekro, roti-roti, cucuru te’ne
banning-bannang, cucuru bayao, songkolo’ palopo, umba-umba, onde-onde, rokok-rokok cangkuning ( kue bugis ),
kue lapis.
4. Perlengkapan
pakaian perhiasan dan alat-alat kecantikan.
Dalam upacara appanai
leko lompo, arak-arakan sirih pinang dimeriahkan dengan bunyi-bunyian Ganrang ( gendang ), pui-pui, dan gong. Tiga malam sebelum
upacara akad nikah yang disebut simorong
naik kalenna, suasana kedua belah pihak sudah sudah ramai. Maka pukulan ganrang yang bertalu-talu dengan
macam-macam pukulan menjelang senja, tengah malam. Pukulan yang demikian
disebut apewaktu (ada waktu tertentu
) dengan maksud ammela’ su’lu (
membuang sial )
E. A’barumbung
( mandi uap )
Mandi uap bertujuan agar calon pengantin
perempuan dan laki-laki dapat bertahan duduk dan juga menghilangkan bau
keringat yang tidak nyaman sehingga badan berbau wangi dan segar.
F. Akkorontigi
Akkorontigi
artinya upacara membubuhi ramuan daun pacar pada kuku, baik calon pengantin
perempuan maupun laki-laki. Pada upacara ini calon pengantin sudah berpakaian
adat Makassar yang disebut sikko banri.
Dikalangan bangsawan, pengantin diapit 1 atau 2 orang anak dari keluarga dekat
yang berpakaian seperti penganti kecil. Pada malam akkorontigi, pegawai syara
berzikir dengan membaca barzanji, keitka
sudah tiba pada asyaraka, semua orang berdiri. Upacara tersebut dimulai oleh
orang paling utama, orang yang kedudukannya paling tinggi atau diantara anggota
adat kemudian diikuti oleh para keluarga. Pada saat itu bergiliranlah mereka
member sumbangan kepada pengantin yang disebut pannyiori. Keluarga terdekat memberikan segumpal tanah diatas daun
kelapa yang berarti Si Nenek tadi memberikan sebidang tanah dan beberapa pohon
kelapa, si nenek laki-lakipun tidak mau ketinggalan lalu disumbangkannya
hartanya yang paling bernilai, demikian pula keluarga lainnya baik ayah maupun
ibunya.
2.
Upacara
pelaksanaan perkawinan
A. Mengantar
mempelai
Pada prosesi mengantar
mempelai, mempelai laki-laki diantar ke rumah mempelai perempuan untuk
dipertemukan. Upacara perkawinan dengan
akad nikah dan pertemuan antara pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan
sampai dengan ni pabajikang (
didamaikan ) naik kalenna atau simorong. Naik
kalenna adalah saat pengantin laki-laki dan perlengkapannya dalam upacara
nikah yang telah disediakan, pada malamnya diarak kerumah pengantin perempuan, sunrang yang sudah ditentukan dimasukkan
kedalam kampu yang dibungkus dengan kain putih digendong atau dibawa oleh orang tua, bisa juga Seorang laki-laki
yang berpakaian adat. Isi kampu di isi disebut juga dengan “lolo sunrang” yang terdiri dari
beras segenggam, kunyit, jahe, pala,
kenari, dan kayu manis. Dahulu, pengantin laki-laki dengan pengapitnya diusung
dan di iringi dengan segala alat kehormatan menurut adat, paying tinggi, tombak
pusaka, dan dimeriahkan dengan bunyi-bunyian
ganrang ( gendang ), pui-pui dan gong.
B. Penerimaan
pengantin laki-laki
Menjelang rumah pengantin perempuan,
arak-arakan disonsong oleh orang yang berpakaian adat yang dimeriahkan dengan
bunyi-bunyian yang serupa. Setelah sampai didepan tangga rumah dan pada saat
bunyi ganrang tunrung pakkanjara (
pukulan gendang yang sangat bersemangat ) selesai, keluarlah seorang perempuan
yang tua didepan pintu kemudian memanggil pengantin laki-laki sambil
menghamburkan beras.
C. Upacara
waktu akad nikah
Pada prosesi ini pengantin laki-laki
dengan pengiringnya duduk pada tempat yang telah disediakan oleh imam atau
kadhi serta sanak keluarga (wali). Sementara itu pengantin perempuan telah
menanti, maka dimulailah akad nikah dengan pernyataan ijab Kabul wali pengantin
perempuan dan pengantin laki-laki. Setelah selesai akad nikah, pengantin
laki-laki diantar menuju kamar perempuan dengan orang tertentu yang dianggap
paling bertuah dalam kehidupan keluarganyai untuk appabattu nikka. Di pintu kamar, pengantin laki-laki tidak dapat
masuk karena ditahan oleh penjaga pintu, dan bisa masuk jika memberikan tebusan
yang disebut pannyungke pakkebbu
yaitu apabila pengantin laki-laki berasal dari daerah lain, diapun harus
membayar tebusan yang disebut pallawa
pa’rasangang ( penghalang negeri ). Setelah pengantin laki-laki melewati
pintu kamar, pengantin laki-laki dan
pengantin perempuan di appabttu nikka. Setelah
pertemuan tersebut, kedua pengantin keluar dari kamar, pengantin laki-laki
bersalaman dengan mertua dan duduk bersanding bersama istrinya di kursi
pelaminan.
D. Upacara
sesudah akad nikah
Pengantin laki-laki dengan beberapa pengiringnya,
tinggal bermalam dirumah istrinya. Esok hari, menjelang tengah hari diadakan
upacara mandi uang yang disebut aje'naje’ne.
pengantin dengan semua orang yang ada dirumah saling menyiram air satu lain
tanpa memperhatikan basahnya pakaian dan seluruh rumah dan isinya. Semalam atau
beberapa malam, pengantin laki-laki kemudian
membawa istrinya kerumah atau disebut ”nialekka” . Sesampai dirumah pengantin laki-laki, pangantin
pengantin perempuan disambut didepan tangga rumah sama halnya dengan pengantin
laki-laki ketika assimorong kerumah
pengantin perempuan. Setelah itu, kedua pengantin duduk bersanding di perjamuan
sebagaimana hal di rumah pengantin perempuan. Semalam atau beberapa malam
penngantin perempuan dirumah mertuanya, iapun memohon diri kembali ke rumahnya
yang disebut appalak kana. Setelah
kembali dirumahnya bersama suaminya diadakanlah upacara yang disebut nipak bajikang dengan makan bersama.
Makanan yang disuguhkan dalam upacara tersebut diantarkan dari rumah pengantin
laki-laki berupa songkolo na palopo ( songkolo=nasi ketan, palopo=gula dengan santan
dimasak kemudian ditaruh kopyokan telur atau sejenis serikaya ) sebagai symbol
agar rumah tangganya kelak selau mateknek
( manis ) yaitu bahagia selalu rukun dan damai.
daftar pustaka
Drs. Nonci, S.Pd. 2005. Adat Pernikahan Masyrakat Makassar dan Tana Toraja. Makassar : CV. AKASARA
daftar pustaka
Drs. Nonci, S.Pd. 2005. Adat Pernikahan Masyrakat Makassar dan Tana Toraja. Makassar : CV. AKASARA