Sabtu, 29 Desember 2012

struktur perkawinan adat makassar



Struktur upacara  perkawinan adat Makassar menurut Nonci dalam bukunya yang berjudul adat pernikahan masyarakat Makassar dan Tana Toraja adalah sebagai berikut :
1.      Upacara sebelum akad nikah, dalam kegiatan  terdapat ada 6 tahap, diantaranya adalah sebagai berikut :
A.    Melihat atau Mencari jalan, dalam kegiatan ini terdapat 3 fase diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Accini rorong artinya melihat atau mencari jalan sebagai penyelidik. Usaha semacam ini bermaksud mengetahui rahasia tentang kemungkinan pihak laki-laki mengajukan lamaran pada gadis yang dipilih. Dan bermaksud untuk mengetahui tentang sifat-sifat, tingkah laku, budi bahasa dari perempuan yang dilih dari pilihan laki-laki.
b.      Appesak-pesak artinya meraba-raba, dalam hal ini diutus seorang perempuan yang pandai bersiasat untuk datang berbicara kerumah perempuan, sekedar berbincang-bincang mengenai anak perempuan.
c.       Ajjangang-jangang ( berbuat seperti burung ) atau A’rakkang- rakkang ( memasang alat perangkap kepiting di sungai ). Setelah berhasil dari appesak-pesak, maka diutuslah 2 atau 3 orang sebagai duta, biasanya orang- orang yang disegani dalam masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk mengunjungi rumah Si Keluarga perempuan yang ingin dipinang, namun kedatangan ini masih bersifat Abbisik-bisik ( Berbisik-bisik bersifat rahasia ). Dalam kunjungan tersebut, utusan pihak laki-laki bertujuan untuk memancing keluarga perempuan untuk membuka kesempatan dari utusan pihak laki-laki, sekaligus menetukan hari kedatangan untuk berbincang lebih serius lagi.

B.     Mange Assuro ( Pergi Meminang ).
Setelah utusan pihak Laki-laki memperoleh kesempatan, tibalah hari melamar Si Perempuan. Kedatangan ini lebih banyak dari  pada yang lalu. Lamaran tersebut bertujuan melahirkan kesepakatan dari utusan pihak laki-laki kepada keluarga perempuan. Tibalah untuk menentukan waktu  yaitu  appa’ nassa  ( Menentukan sesuatu yang berhubungan dengan pelakasanaan perkawinan nanti ). Pada waktu appanassa, yang menjadi pembicaraa adalah segala sesuatu mengenai persiapan upacara perkawinan antara lain :
a.       Sunrang ( Mas kawin )
Adapun golongan sunrang adalah sebagai berikut :
1.      Bangsawan tinggi 88 real
2.      Bangsawan menengah 44 real
3.      Bangsawan Bate Salapang Karaeng Palili 28 real
4.      Golongan Tu-Maradekaya 20 real
5.      Golongan Ata 10 real
b.      DoE balanja
Besar kecilnya uang belanja tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak, namun masalah uang belanja yang sangat tinggi sering upacara perkawinan adat tidak dapat dilaksanakan.

C.     Upacara Appanai Leko Caddi ( Menaikkan sirih kecil )
Sebelum pihak laki-laki telah mengundang sanak keluarganya untuk bersama-sama menganttar leko caddi ( sirih kecil ) kerumah pihak perempuan. Adapun yang membawa leko caddi terdiri dari laki-laki dan perempuan lengkap dengan pakaian adat, biasanya sering dirangkaikan dengan  cincing passikko ( cincin pengikat )dan uang belanja.
D.    Upacara Appanai Leko Lompo ( Menaikkan sirih besar )
Tujuh atau tiga hari sebelum Upacara perkawinan, Leko Lompo diantarkan dari pihak laki-laki kepada calon pengantin perempuan. Selain itu, DoE balanja yang belum diserahkan ketika appanai leko caddi, maka disertakan dalam leko lompo. adapun barang yang disertakan pada prosesi leko lompo adalah sebagai berikut :
1.      Sirih pinang dengan pelengkap daun sirih, ka’bak ( ikat ), rappo appae ( pinang bertandang ), tambako ( tembako ), gambere ( gambir ), pa’leo secukupnya ( kapur ).
2.      Gula merah beberapa biji, kaluku attunrung (Kelapa bertandanng ), unti appoko (pisang bertandang), beberapa buah nenas ( bandang ), lemo (jeruk), rappo cidu (nangka ), dan beberapa buah menurut musimnya. Buah-buahan tersebut disimpan dalan walasuji ( keranda anyaman bambu )
3.      Segala macam kue adat yang disusun dalam bossara, kue tersebut antara lain adalah Lobo, sekrok-sekro, roti-roti, cucuru te’ne banning-bannang, cucuru bayao, songkolo’ palopo, umba-umba, onde-onde, rokok-rokok cangkuning ( kue bugis ), kue lapis. 
4.      Perlengkapan pakaian perhiasan dan alat-alat kecantikan.
Dalam upacara  appanai leko lompo, arak-arakan sirih pinang dimeriahkan dengan bunyi-bunyian Ganrang ( gendang ), pui-pui, dan gong. Tiga malam sebelum upacara akad nikah yang disebut simorong naik kalenna, suasana kedua belah pihak sudah sudah ramai. Maka pukulan ganrang yang bertalu-talu dengan macam-macam pukulan menjelang senja, tengah malam. Pukulan yang demikian disebut apewaktu (ada waktu tertentu ) dengan maksud ammela’ su’lu ( membuang sial )
E.     A’barumbung ( mandi uap )
Mandi uap bertujuan agar calon pengantin perempuan dan laki-laki dapat bertahan duduk dan juga menghilangkan bau keringat yang tidak nyaman sehingga badan berbau wangi dan segar.
F.      Akkorontigi   
Akkorontigi artinya upacara membubuhi ramuan daun pacar pada kuku, baik calon pengantin perempuan maupun laki-laki. Pada upacara ini calon pengantin sudah berpakaian adat Makassar yang disebut sikko banri. Dikalangan bangsawan, pengantin diapit 1 atau 2 orang anak dari keluarga dekat yang berpakaian seperti penganti kecil. Pada malam akkorontigi, pegawai syara berzikir dengan membaca  barzanji, keitka sudah tiba pada asyaraka, semua orang berdiri. Upacara tersebut dimulai oleh orang paling utama, orang yang kedudukannya paling tinggi atau diantara anggota adat kemudian diikuti oleh para keluarga. Pada saat itu bergiliranlah mereka member sumbangan kepada pengantin yang disebut pannyiori. Keluarga terdekat memberikan segumpal tanah diatas daun kelapa yang berarti Si Nenek tadi memberikan sebidang tanah dan beberapa pohon kelapa, si nenek laki-lakipun tidak mau ketinggalan lalu disumbangkannya hartanya yang paling bernilai, demikian pula keluarga lainnya baik ayah maupun ibunya. 

2.       Upacara pelaksanaan perkawinan
A.    Mengantar mempelai
Pada prosesi mengantar mempelai, mempelai laki-laki diantar ke rumah mempelai perempuan untuk dipertemukan. Upacara perkawinan  dengan akad nikah dan pertemuan antara pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan sampai dengan ni pabajikang ( didamaikan ) naik kalenna atau simorong.  Naik kalenna adalah saat pengantin laki-laki dan perlengkapannya dalam upacara nikah yang telah disediakan, pada malamnya diarak kerumah pengantin perempuan, sunrang yang sudah ditentukan dimasukkan kedalam kampu yang dibungkus dengan kain putih digendong atau dibawa oleh orang tua, bisa juga Seorang laki-laki yang berpakaian adat. Isi kampu di isi disebut juga dengan “lolo sunrang” yang terdiri dari beras  segenggam, kunyit, jahe, pala, kenari, dan kayu manis. Dahulu, pengantin laki-laki dengan pengapitnya diusung dan di iringi dengan segala alat kehormatan menurut adat, paying tinggi, tombak pusaka, dan dimeriahkan dengan bunyi-bunyian ganrang ( gendang ), pui-pui dan gong.
B.     Penerimaan pengantin laki-laki
Menjelang rumah pengantin perempuan, arak-arakan disonsong oleh orang yang berpakaian adat yang dimeriahkan dengan bunyi-bunyian yang serupa. Setelah sampai didepan tangga rumah dan pada saat bunyi ganrang tunrung pakkanjara ( pukulan gendang yang sangat bersemangat ) selesai, keluarlah seorang perempuan yang tua didepan pintu kemudian memanggil pengantin laki-laki sambil menghamburkan beras. 
C.     Upacara waktu akad nikah
Pada prosesi ini pengantin laki-laki dengan pengiringnya duduk pada tempat yang telah disediakan oleh imam atau kadhi serta sanak keluarga (wali). Sementara itu pengantin perempuan telah menanti, maka dimulailah akad nikah dengan pernyataan ijab Kabul wali pengantin perempuan dan pengantin laki-laki. Setelah selesai akad nikah, pengantin laki-laki diantar menuju kamar perempuan dengan orang tertentu yang dianggap paling bertuah dalam kehidupan keluarganyai untuk appabattu nikka. Di pintu kamar, pengantin laki-laki tidak dapat masuk karena ditahan oleh penjaga pintu, dan bisa masuk jika memberikan tebusan yang disebut pannyungke pakkebbu yaitu apabila pengantin laki-laki berasal dari daerah lain, diapun harus membayar tebusan yang disebut pallawa pa’rasangang ( penghalang negeri ). Setelah pengantin laki-laki melewati pintu kamar, pengantin  laki-laki dan pengantin perempuan di appabttu nikka. Setelah pertemuan tersebut, kedua pengantin keluar dari kamar, pengantin laki-laki bersalaman dengan mertua dan duduk bersanding bersama istrinya di kursi pelaminan.
D.    Upacara sesudah akad nikah
Pengantin laki-laki dengan beberapa pengiringnya, tinggal bermalam dirumah istrinya. Esok hari, menjelang tengah hari diadakan upacara mandi uang yang disebut aje'naje’ne. pengantin dengan semua orang yang ada dirumah saling menyiram air satu lain tanpa memperhatikan basahnya pakaian dan seluruh rumah dan isinya. Semalam atau beberapa malam, pengantin laki-laki kemudian  membawa istrinya kerumah atau disebut ”nialekka” . Sesampai dirumah pengantin laki-laki, pangantin pengantin perempuan disambut didepan tangga rumah sama halnya dengan pengantin laki-laki ketika assimorong kerumah pengantin perempuan. Setelah itu, kedua pengantin duduk bersanding di perjamuan sebagaimana hal di rumah pengantin perempuan. Semalam atau beberapa malam penngantin perempuan dirumah mertuanya, iapun memohon diri kembali ke rumahnya yang disebut appalak kana. Setelah kembali dirumahnya bersama suaminya diadakanlah upacara yang disebut nipak bajikang dengan makan bersama. Makanan yang disuguhkan dalam upacara   tersebut diantarkan dari rumah pengantin laki-laki berupa  songkolo na palopo ( songkolo=nasi ketan, palopo=gula dengan santan dimasak kemudian ditaruh kopyokan telur atau sejenis serikaya ) sebagai symbol agar rumah tangganya kelak selau mateknek ( manis ) yaitu bahagia selalu rukun dan damai. 

daftar pustaka



Drs. Nonci, S.Pd. 2005. Adat Pernikahan Masyrakat Makassar dan Tana Toraja. Makassar : CV. AKASARA